BAGAIMANA MEMULAI AGRIBISNIS PERTANIAN ORGANIK

BAGAIMANA MEMULAI AGRIBISNIS PERTANIAN BUAH DAN SAYURAN ORGANIK DI INDONESIA

Budidaya komoditas buah dan sayuran khususnya organik saat ini mulai banyak dikembangkan. Komoditas ini sangat potensial dan prospektif untuk dijalankan. Peluang bisnisnya mulai banyak dimanfaatkan sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai pola hidup sehat agar tidak terserang penyakit. 

Untuk menjaga kesehatan biasanya masyarakat mengonsumsi buah dan sayuran, namun saat ini buah dan sayur pun sudah banyak mengandung zat/ bahan kimia yang tidak baik bagi kesehatan dan mencemari lingkungan. Zat/ bahan kimia tersebut berasal dari residu pestisida dan pupuk kimia yang digunakan selama proses produksi. Oleh karena itu masyarakat mulai selektif dalam memilih produk seperti buah dan sayuran organik. 


"Ada beberapa hal yang membuat kesadaran akan kebutuhan pangan yang aman terus meningkat," ujar Prof Ahmad Sulaeman, PhD. Guru besar Keamanan Pangan dan Gizi IPB University saat webinar yang digelar Asosiasi Bio Agro Input Indonesia (ABI) di Jakarta, Jumat (19/6). Menurutnya masyarakat memilih bahan pangan organik karena aman karena menggunakan empat prinsip penting yakni dari sisi kesehatan, ekologi, keadilan, kepedulian.

Sementara Prof Agus Kardinan, Peneliti Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO) mengatakan, dalam beberapa kajian menunjukkan bahwa penggunaan bahan kimia yang berlebihan dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat. Beliau mengambil contoh, di Brebes, Jawa Tengah, ada hasil penelitian bahwa terjadi pembesaran tiroid hingga 97 persen di kalangan siswa sekolah dasar. Di Batu, Jawa Timur, juga ditemukan banyak kasus anak berkebutuhan khusus di sebuah kawasan pertanian.

Ketua Umum ABI, Gunawan Sutio mengatakan, produk yang dihasilkan oleh industri anggota ABI seperti biopestisida, pupuk organik/hayati dan dekomposer sudah beredar luas dan mudah diperoleh oleh masyarakat. Dengan kandungan oyang organik/ hayati sangat aman bagi ekosistem, efektif dan efisien. 

Beliau juga menilai peneliti perlu memperhatikan apa yang diinginkan pasar, bukan karena ketertarikan di bidang tertentu. "Jadi apa yang dihasilkan petani di Indonesia, sesuai dengan apa yang diinginkan pasar," ujar Gunawan.

Rusli Siswandi, praktisi pertanian organik (Direktur Living Organik) mengaku kesulitan memenuhi permintaan pasar terutama sejak pandemi COVID-19. "Keterbatasan produksi sementara permintaan tinggi," ujar dia. Ia memperkirakan hingga kini bahan pangan organik baru memenuhi 15 persen kebutuhan pangan di Indonesia. "Ada peluang 85 persen yang bisa diisi oleh bahan pangan organik di Indonesia, ini peluang besar," ujar Rusli Siswandi yang menggandeng kelompok tani dalam mengembangkan pertanian organik.

Webinar yang diselenggarakan ABI tersebut diikuti oleh sekitar 350 peserta yang berasal dari seluruh Indonesia, baik kalangan praktisi, akademisi, mahasiswa maupun pemerintahan dan lainnya. (red)