ABI GELAR SEMINAR NASIONAL DAN MINI EXPO

ABI Gelar Seminar Nasional dan Mini Expo “Pengendalian Pirit, Wereng Batang Cokelat, dan Layu Fusarium

dengan Teknologi Organik dan Hayati

Arus utama pembangunan pertanian saat ini dan masa mendatang adalah berkelanjutan (sustainable) yang berarti mampu bertumbuh terus, bersahabat dengan lingkungan, dan bertanggung jawab secara sosial. Karena itulah dalam meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian, pemerintah dan pelaku usaha harus memperhatikan dimensi berkelanjutan. Hal itu dikemukakan dalam seminar nasional dan mini expo bertema "Pengendalian Pirit, Wereng Batang Cokelat, dan Layu Fusarium dengan Teknologi Organik dan Hayati” di Jakarta, Rabu (28/8).

Penggunaan pupuk untuk tanaman sangat strategis dan mendesak. Apalagi, pupuk dibutuhkan dalam jangka panjang. Selain untuk kualitas dan kuantitas hasil tanaman, pupuk juga digunakan untuk pengendalian hama penyakit tanaman berbasis organik dan hayati.Demikianlah dikatakan Menteri Pertanian era Megawati Soekarno Putri, Bungaran Saragih saat membuka acara. 

Menurutnya, untuk menghasilkan produk pertanian yang bermutu tinggi, tidak cukup hanya melakukan pemupukan saja. Tapi juga dibarengi teknologi dan inovasi sistem pengendalian hama penyakit tanaman berkelanjutan melalui pendekatan penggunaan bio input organik dan hayati.“Pemenuhan kebutuhan pemupukan dan pengendalian hama penyakit dalam pertanian dapat menghasilkan produk yang bermutu tinggi. Karena pengsgunaan agro bio input bukan hanya bertujuan meningkatkan produksi komoditas pangan, tapi juga harus meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan petani dan keluarganya,” paparnya.

Ketua Umum Asosiasi Bio Agro Input Indonesia (ABI) Gunawan Sutio juga menambahkan pupuk atau pestisida organik atau hayati sangat dibutuhkan saat ini untuk menghasilkan pertanian yang berkelanjutan. Menurutnya di sejumlah negara, kebutuhan akan pupuk atau pestisida organik dan hayati setiap harinya mengalami peningkatan. 

"Indonesia pun harus mulai beralih, mengingat kondisi tanahnya sudah rusak, untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian harus memperhatikan dimensi keberlanjutan. Dalam pengertian mampu bertumbuh terus, ramah lingkungan, serta dapat dipertanggungjawabkan secara sosial," ujarnya. 

Manfaat Teknologi Organik dan Hayati

                                                                 

Pada sesi pertama tampil Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr , Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc , dan Dr. Ir. Suryo Wiyono, M,Sc, Agr. 
Basuki, pakar ilmu tanah dan Sumber Daya Lahan IPB memaparkan teknis pengendalian pirit (FeS2) di lahan rawa pasang surut. Untuk mengatasi dampak pirit, biasanya pH dinaikan dengan pengapuran hingga ion alumunium menjadi inaktif. “Tapi di lahan pasang surut ini tempo-tempo banjir. Begitu banjir, air masam masuk ke persawahan. , maka Al menjadi aktif kembali. Meracuni lagi. Alternatifnya, fosfat, tapi biayanya sangat mahal. Perlakuan dengan humat dan fulvat lebih baik, hasil percobaan membuktikan akar mampu tumbuh”. 

Sementara Hermanu dari Departemen Proteksi Tanaman IPB memaparkan Wereng Batang Cokelat (WBC) pada padi, “Ledakan WBC disebakan ekosistem tidak sehat, tanam rapat, tanam varietas peka, penggunaan pestisida berlebihan sehingga menghilangkan musuh alami” ujarnya.

Suryo Wiyono, Ketua Departemen Proteksi Tanaman IPB membahas mengenai cendawan Fusarium. Beliau merinci strategi pengelolaan layu fusarium. mulai dari peningkatan bahan organik tanah, pergiliran tanaman, penggunaan bibit sehat, perlakuan bibit dengan mikroba penginduksi ketahanan tanaman, dan agen antagonis.

Dukungan Parlemen dan Pemerintah 

                      

Pada sesi kedua hadir lima pembicara, Drs. Ibnu Multazam mewakili Komisi IV DPR RI yang mendukung terhadap aplikasi teknologi organic dan hayati pada budidaya pertanian berkelanjutan. Sementara Endang Suparman, SP, MM  dari Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati menjelaskan upaya pihak karantina untuk akeselerasi ekspor pertanian. 

Ir. Kurnia Nur dari Direktorat Hortikultura dan Ir. Deddy Ruswansyah, MM dari Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan menguraikan sistem perlindungan hortikultura dan tanaman pangan yang mengarahkan ke aplikasi pengendalian biopestisida. Sedangkan Ir. Endah susilawati
 dari Direktorat Pupuk dan Pestisida, Kementan yang menginformasikan kemudahan proses pendaftaran biopestisida.

Pada sesi terakhir hadir tiga aplikator yang sukses mengendalikan pirit, Wereng Batang Cokelat (WBC) dan layu fusarium dengan teknologi organik dan hayati, diantaranya Farihin Setiawan, ketua Gapoktan Bina Tani Sejahtera, Banyuasin, Sumatera Selatan, Ayi Mahmudin, POPT Kecamatan Tambelang, Kabupaten Bekasi dan Eko Suwasono. SP, POPT Kecamatan Puger, Jember, Jawa Timur. Masing-masing menceritakan testimoni dan kisah suksesnya. 

Selain sesi diskusi acarapun dimeriahkan oleh kegiatan mini expo yang diikuti oleh perusahaan yang bergerak di bidang bio agro input pertanian, diantaranya PT. Prima Agro Tech, PT. Star Metal Ware Industry, PT. Indo Acidatama, PT. Agrosid Manunggal Sentosa, PT. Green Life Bioscience, dan  PT. Artha Prima Humatindo. (red)